Konsistensi Omong Kosong: Kenapa Janji Manis Sering PHP dan Kita Cuma Bisa 'Yaudah Deh'?

Dunia ini memang penuh ironi, ya kan? Salah satunya soal konsistensi dan resistensi. Dua kata yang kalau digabung, kadang hasilnya bikin kita mikir, "ini beneran terjadi?"

Konsistensi Omong Kosong: Kenapa Janji Manis Sering PHP dan Kita Cuma Bisa 'Yaudah Deh'?

Pernah dengar soal janji manis yang ujungnya pahit? Mirip kisah cinta, tapi ini versi birokrasi dan kebijakan publik. Sebuah survei independen (yang kalau ada, pasti hasilnya bikin kaget!) menunjukkan bahwa 7 dari 10 kebijakan publik di negeri ini hanya konsisten di tahap wacana. Alias, cuma jadi omongan doang. Ngeri nggak sih?

Kita yang di lapangan sih udah khatam. Bapak Budi, pedagang kaki lima di sudut kota, menghela napas. "Tiap ganti pejabat, ganti lagi aturannya. Dulu katanya nggak boleh jualan di sini, terus boleh lagi, sekarang kok mau digusur lagi? Kita ini cuma bisa pasrah, Mas. Mau nolak, nanti malah dipersulit." Itu suara hati, lho.

Konsisten PHP, Resistensi Galau

Coba deh, kita lihat. Ada janji pembangunan jalan tol yang lancar, eh tahu-tahu macet di pembebasan lahan bertahun-tahun. Ada program bantuan ini itu, ujungnya seleksi berliku-liku, terus macet di tengah jalan. Kayak nonton serial TV yang episode awalnya keren banget, tapi makin ke sini ceritanya makin nggak jelas arahnya. Ini konsistensi dalam memberi harapan palsu, bukan?

Ibu Santi, seorang ibu rumah tangga yang sering berurusan dengan perizinan, cuma bisa geleng-geleng. "Mending nggak usah janji deh kalau ujungnya cuma bikin pusing. Capek ngarep, mending fokus cari duit aja buat kebutuhan sehari-hari." Simpel, tapi nampol!

Lalu, bagaimana dengan resistensi kita? Kita ini jago banget resistensi kalau disuruh antre panjang di bank atau disuruh bayar parkir mahal yang nggak masuk akal. Tapi pas ada kebijakan yang jelas-jelas ngawur, kok adem ayem aja? Kenapa sih?

Analogi Diet dan Game: Konsistensi yang Ambyar

Konsistensi itu kayak diet. Awalnya semangat 45, bilang mau makan sehat, olahraga rutin. Seminggu pertama oke, habis itu? Luber lagi, martabak lewat, godaan diskon datang, langsung ambyar. Kalau janji publik juga begitu, kayaknya tiap Senin pagi semangat, Jumat sore udah mager. Atau kayak main game, awalnya niat grinding biar jago. Eh, baru level lima udah males, pindah game lain. Padahal musuhnya sama, cuma beda skin. Bedanya, ini bukan cuma soal game atau diet kita, tapi masa depan banyak orang.

Resistensi juga gitu. Kadang kayak sinyal Wi-Fi, kadang kuat, kadang putus-putus. Kritisnya pas lagi di grup WhatsApp doang, giliran disuruh gerak, eh, pada silent reading. Kenapa kita seolah-olah konsisten menerima keadaan yang nggak konsisten? Dan kenapa resistensi kita cuma sebatas cuitan di media sosial, tanpa ada follow-up yang berarti?

Sampai Kapan Begini Terus?

Kita sebagai media yang terus meliput dinamika ini, melihat satu pola yang konsisten: ketidakonsistenan kebijakan dan adaptasi (atau kepasrahan) masyarakat. Pertanyaannya, sampai kapan kita akan konsisten pasrah melihat inkonsistensi? Sampai kapan resistensi kita cuma sebatas cuitan di media sosial tanpa aksi nyata? Atau jangan-jangan, kita sudah nyaman dengan kondisi ini?

Apakah ini konsistensi kita dalam menerima ketidakpastian, dan resistensi kita terhadap perubahan sejati? Mikir yuk!

TAGS: Konsistensi, Resistensi, KebijakanPublik, Birokrasi, JanjiPemerintah, SatireSosial, OpiniMuda
Seorang pejabat publik atau politisi sedang berlari di atas treadmill yang tidak bergerak maju (statis), sementara di belakangnya, kertas-kertas kebijakan yang bertuliskan 'JANJI' atau 'PROGRAM' berjatuhan dan menumpuk tidak terpakai di lantai. Di samping treadmill, beberapa warga terlihat lelah dan frustrasi: satu orang menghela napas panjang, satu lagi menatap kosong sambil memegang brosur program yang sudah lusuh, dan yang lainnya hanya menggelengkan kepala. Latar belakangnya adalah kantor pemerintahan yang terlihat megah tapi agak berantakan. Ekspresi pejabat tersebut terlihat sibuk tapi tanpa hasil.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak